Jan 26, 2011

Lewat Tengah Malam

Tertawa
Tanpa terbahak
Menangis
Tanpa terisak
Bicara 
Tanpa suara

Malam masih kuputar
Dengan hitam sebagai panggungnya
Menari dan menyanyi aku disana
Dalam gelap

Sampai lewat tengah malam
Mati penontonku
Semua
Juga aku

Terpejam kini mataku
Bukan berarti tidur lelap
Ada panggung lain disana
Lebih ramai
Lebih hitam
Dikepalaku

Ayo datang


Jan 19, 2011

Sebentar Saja. Tak Apa.

Dan disinilah kita sekarang. Di tempat kita masing-masing. Berdiri, duduk atau berbaring disitulah kita. Melelahkan bukan? Ya, aku sendiri juga baru tahu kalau hidup ternyata sangat melelahkan. Sesaat kita yakin semuanya baik-baik saja dan akan terus begitu. Dan seperti yang kita tahu, yang datang berikutnya kadang tak sesuai dengan harapan kita. Ohh aku yakin kita semua tahu itu bukan? Berapa kali kau mengalaminya? Ya, aku sendiri juga muak dengan kodisi seperti itu.

Tapi coba berhenti sejenak. Tarik nafasmu dan keluarkan pelan-pelan. Pikirkan apa yang sudah kau lalui hingga ada disini. Sadar atau tidak, kau sudah melewatinya. Paling tidak, kau sedang berusaha melewatinya. Tidak mudah, aku tahu itu. Tapi memang tak pernah ada yang menjanjikan hidup akan selalu baik kepada kita. Dan jangan pernah mengharapkan hidup akan adil. Karena kadang kau tak akan mendapatkannya.

Apa aku terdengar pesimis? Tidak, sungguh. Ini bukan soal positif atau negatif. Optimis atau pesimis. Tidak ada hubungannya dengan itu. Orang bisa saja menjadi optimis selama hidupnya, tapi apa dia akan selalu beruntung? Apa dia akan selalu berada di atas dalam kehidupannya? Faktanya tidak. Aku sendiri menilai diriku adalah pribadi yang optimis. Tapi harus kuakui kadang melelahkan. Karena itu, sekali lagi ini bukan tentang menjadi positif atau negatif. Dan ini bukan tentang apa-apa.

Yang ingin kukatakan hanya inilah pengertianku. Aku tahu kita semua begitu lelah. Aku tahu, sungguh. Tapi bertahanlah. Aku tak akan menjanjikan apa-apa. Aku tak tahu ada pelangi atau tidak di ujung sana. Mungkin yang ada masih gelapnya jalan kita. Tapi sudahlah, jatuhlah kalau kau tak kuat berdiri. Menangis saja kalau kau memang tak tahan. Marah jika kau sudah benci. Lalu sudah. Lupakan.

Kita tak akan pergi kemana-mana.  Aku tahu lari kadang menyelesaikan. Sementara. Tapi percayalah, kita tak akan kemana-mana. Semuanya ada untuk kita hadapi. Larilah kalau kau mau sejauh mungkin. Tapi kembalilah jika kau sudah siap. Dan kau tahu apa yang harus kau lakukan kemudian. Tak perlu terburu-buru.

Berhentilah sejenak. Sebentar saja. Tak apa.

Jan 2, 2011

Suratku Untukmu Kawan

Ini hari yang baru di tahun yang baru kawan! Meski untukku terasa sama saja sebenarnya. Hehe... Tapi tak apa, everyday is a new day. Kupikir apapun bisa dijadikan momentum untuk sebuah perubahan. Tentu saja, untuk menjadi lebih baik. Karena itu aku niatkan tahun ini adalah tahun perbaikan. Apa yang tertinggal harus dikejar di tahun ini. Semua hutang yang belum tercapai harus terbayar. Semua! Termasuk kas bon di warung dekat rumah. Hahaha... Memang tidak akan mudah, tapi aku percaya bisa. Apalagi yang bisa kita lakukan selain bersikap positif dan berusaha terus bukan? 

Tahun 2010 aku kembali ke bangku kuliah. Setelah sebelumnya menjadi pengangguran selama kurang lebih enam bulan. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia sekarang menjadi tempat perjuanganku yang baru. Manajemen adalah studi yang kutempuh sekarang. Oh kawan, tahukah kau betapa sulitnya bersaing disini. Mungkin untuk beberapa rekan kuliahku, tidak begitu sulit untuk mengikuti perkuliahan ini. Tapi entah kenapa, aku seperti terseok-seok disini. Menghabiskan satu semester saja rasanya seperti menghabiskan seluruh masa studi selama empat tahun. Hahaha... Tapi aku tidak sendiri ternyata, beberapa kawanku yang berasal dari FISIP juga sepertinya merasakan hal yang sama. Culture Shock menjadi kambing hitam atas kegagalan ini. Kami berpendapat bahwa gaya belajar yang biasa kami terapkan di FISIP ternyata tidak bisa diterapkan di FE. Tentu saja, selama tiga tahun  aku terbiasa untuk berpikir kreatif. Dalam artian, setiap masalah bisa diselesaikan melalui berbagai cara. Dan hasil yang didapat-pun bisa beragam. Sedangkan di FE, semuanya bisa dikatakan mutlak. Meski tidak semua, tapi lihat saja mata kuliah Pengantar Metode Kuaantitatif atau Matemematika Ekonomi. Jelas cara kreatif atau hasil yang kreatif tidak bisa sembarangan diterapkan. Ada beberapa tahap yang memang sudah menjadi kewajiban. Bukan berarti salah, tapi sepertinya orang-orang seperti kami belum terbiasa dengan konsep seperti ini. Dan bukan berarti kami akan kalah, karena perjuangan masih berlanjut.

Lantas bagaimana selanjutnya? Untukku pribadi, aku sudah berada di point of no return. Memutar saja tidak bisa, apalagi mencari jalan lain. Hehehe... Aku sudah tidak bisa lagi untuk mencoba studi di tempat lain, meski sangat menginginkannya. Jadi satu-satunya yang bisa kulakukan adalah berkompromi dengannya. Sejujurnya, aku sangat bersemangat dengan semua hal baru di fakultas ini. Berbagai ilmu yang sebelumnya tak pernah kupelajari, kini harus kukuasai. Namun, naik-turunnya semangat dan kemauan atau niat yang lemah ternyata bisa berbahaya. Karena itu, untuk tahun ini aku berharap dan berniat dan berusaha untuk bisa lebih baik di segala hal. Ya niatnya, ya usahanya, ya ikhtiarnya. :)

Kau tahu? Beberapa waktu belakangan tiba-tiba aku rindu untuk berorganisasi. Setelah hampir selama dua tahun vakum dengan aktivitas organisasi tiba-tiba aku ingin aktif kembali. Tidak ada alasan khusus, aku hanya ingin belajar kembali. Seperti yang kau tahu, aku memang bukan seorang organisator yang baik. Tapi aku masih ingin belajar. Dan kupikir tak ada salahnya untuk memulai kembali. Di tahun 2010 aku berkenalan dengan organisasi Bina Antar Budaya yang bermitra dengan American Field Service. Inilah kali kedua aku bersentuhan dengan dunia volunteer setelah Olimpiade Taman Baca Anak. BinaBud merupakan organisasi nirlaba yang bergerak dalam bidang pertukaran antar pelajar tingkat SMA. Dan aku benar-benar kagum dengan orang-orang di dalamnya. Muda, beda dan berbahaya. Hahaha... Maksudku, orang-orang di organisasi ini menarik. Mereka sangat terbuka untuk orang-orang baru yang bergabung. Dan tidak butuh waktu lama untukku akhirnya sering terlibat dalam kegiatan mereka. Banyak yang bisa kupelajari dari tempat ini. Banyak orang hebat disini, bahkan returnee (alumni dari program AFS) yang usianya lebih muda dari diriku sendiri punya segudang prestasi. Ah, aku pikir mereka sangat beruntung bisa memiliki pengalaman yang hebat di usia semuda itu. Dan itu memang terlihat dari kualitas mereka sebagai individu. Mereka pintar, berprestasi tapi juga menyenangkan untuk sekedar bermain atau bersenang-senang. Haha... Singkatnya kawan, aku suka berada di sini dan bersyukur bisa berteman dengan orang-orang ini.

Untuk pekerjaan -tentu kau tahu sekarang aku harus memikirkannya karena tuntutan usia- aku bersyukur karena bisa bergabung di Mindchamps Indonesia. Meski sebagai part-timer dan tidak begitu banyak pekerjaan yang kutangani, aku juga berkesempatan belajar banyak disini. Yang paling kurasakan adalah kebutuhan akan kemampuan berbahasa asing. Aku sangat sadar kemampuan berbahasa Inggrisku sangat rendah, tapi setelah bekerja di tempat ini, aku sadar bahasa Inggrisku sangat buruk. Kadang aku merasa kasihan dan bersalah karena atasanku jelas berusaha untuk memahami apa yang kukatakan. Sedangkan aku sendiri kadang tidak tahu apa yang kuucapkan. Hahaha... Ah, mereka orang-orang baik. Semoga aku masih bisa belajar banyak. 

Sebagai lulusan komunikasi, khususnya periklanan aku ingin mencoba bekerja di dunia periklanan Indonesia. Setidaknya aku ingin mengukur sejauh mana aku sanggup untuk mengaplikasikan ilmu yang kudapat selama ini didunia kerja yang sesungguhnya. Dilema akhirnya memang muncul. Dengan kondisi perkuliahanku yang masih berantakan, rasanya sulit untuk bisa mencoba bekerja di bidang periklanan. Butuh komitmen dan waktu untuk terjun disana. Tapi kuharap di tahun 2011 ini ada jalan keluarnya. Yang perlu kulakukan hanyalah mencobanya. 

Selebihnya mungkin pencapaian yang tidak begitu mendesak kebutuhannya, namun tetap ingin kulaksanakan di tahun ini. Seperti misalnya belajar menari atau kesenian tradisional Indonesia atau belajar memasak. Juga belajar melukis kembali, bermain harmonika, keliling pulau Jawa dan Bali, menelusuri pantai Sumatera atau bahkan ke Raja Ampat. Lalu membuat satu film pendek, animasi dan fotografi. Sepertinya daftarnya akan terus bertambah dan berubah. Tapi aku ragu akan berkurang. Hehe... Ah, ini akan jadi tahun yang menyenangkan!

Apa ini semua terasa muluk-muluk kawan? Mungkin iya. Mungkin juga tidak. Tentu ada skala prioritas yang harus kuterapkan. Tapi akan kuanggap ini sebagai sebuah kontrak sosial. Semoga dengan ditulisnya semua keinginan tersebut ada motivasi untuk diriku sendiri agar semuanya bisa tercapai. Atau sebagian besar. 

Kawan, aku sadar aku bukan individu yang baik di hari kemarin. Banyak kesalahan yang sudah kulakukan. Terlalu banyak mungkin. Andai ada yang bisa kulakukan untuk menebusnya dan mengganti waktu tersebut, sungguh akan kulakukan! Tapi waktu yang lalu bukan lagi milik kita. Begitu juga yang akan datang. Hanya sekarang waktuku, waktu kita. Jelas aku terlalu naif jika hanya dengan kata maaf bisa memperbaiki segalanya. Namun hanya itu yang kupunya. Karena itu, siapapun engkau, ya engkau! Siapapun kau, aku berharap untuk dimaafkan. Untuk lemahnya diriku sebagai manusia yang terus berbuat salah. Aku ingin ikhlas menjalani waktu yang tersisa. Sebanyak apapun itu. Pernah kubaca  sebuah tulisan mengenai bagaimana mendapatkan ketenangan hati. Kau tahu bagaimana caranya kawan? Maafkan dirimu sendiri. Itu katanya. Aku ingin melakukannya. Aku ingin memaafkan diriku sendiri. Lalu berdamai kemudian. Tapi sebelum itu aku butuh maaf darimu. Karena itu aku memohon maaf.

Maaf.

Kawan, satu hariku sudah habis di tahun ini. Masih tersisa 364 hari lagi untuk kujalani. Tolong doakan aku sebagaimana aku mendoakanmu. Terima kasih kawan. Terima kasih.