May 17, 2011

Belum Sembahyang

Kami berlima. Memasuki sebuah restoran bernuansa Jepang dengan mata yang awas mengawasi semua sudut. Orang ke-enam adalah seorang anak kecil perempuan yang harus kami jaga. Sampai detik ini sebenarnya aku tak tahu siapa namanya.

Seperti dugaan kami, restoran tersebut sudah disusupi oleh para penjahat yang siap melakukan apa saja untuk mendapatkan anak perempuan yang kami jaga tersebut. Siapa dan apa latar belakang mereka juga aku tak tahu. Pastinya mereka jahat dan harus kalah.

Aku bertarung dengan tiga orang sekaligus. Yang pertama menggunakan sumpit berukuran besar, sedangkan yang kedua menggunakan sumpit berukuran sedang. Dan yang terakhir sumpit yang dipegangnya berukuran kecil. Aku melawan menggunakan garpu. Sengit pertarungan itu. Yang tersulit ternyata adalah mengalahkan si sumpit kecil. Dia paling lihai. Disumpitnya telingaku seperti dijewer, lalu kucolok matanya dengan garpuku. Bergumul kami menentukan siapa yang harus menang atau kalah. Akhirnya ada celah di selangkangannya, kutusukkan garpuku kesana dan dia mati. Menghilang lebih tepatnya. Entah kemana.

Seingatku kami sudah melarikan diri dari restoran tersebut. Dan akhirnya berada di sebuah garasi dengan beberapa kendaraan canggih di dalamnya. Juga senjata-senjata yang terlihat futuristik yang belum kulihat sebelumnya di dunia ini. Kami disambut seorang anak kecil. Namanya John kalau tak salah, John O' Connor. Dan pengawal setianya. Pria besar yang tak berekspresi wajahnya. Sekilas ia mirip seorang mantan Gubernur California di US sana. Yang katanya mantan aktor. Entahlah, aku lupa.

Dan seketika semuanya hilang. Aku duduk du sebuah kafe. Ada beberapa orang yang kukenal disana. Dan seharusnya mereka teman-temanku. Tapi tak ada yang kuingat namanya. Secangkir kopi dan kemudian secara tiba-tiba aku terbangun dan terduduk di sebuah tempat tidur. Ada ibuku yang sedang berdiri disampingku. Aku belum sembahyang shubuh katanya.

No comments:

Post a Comment