Nov 12, 2009

Obrolan senja

Ratusan kali aku lewat sini. Selalu melihatnya berdiri siang dan malam. Tubuh tegap meski ditopang. Tegas matanya, namun lembut wajahnya. Jubahnya tertiup angin, tapi tak goyah juga kakinya. Sebentar kuhentikan langkah. Kutatap dia.

Tak bosankah kau ada disana Pak? Tak inginkah kau sekali saja turun dari sana? Ohh... mungkin memang tak akan mampu. Atau tak mau? Tak apa.

Tahukah kau Pak? Almarhum kakekku sangat kagum padamu. Setiap ceritanya selalu ada namamu. Kau yang terbaik katanya. Dan ia benar-benar bangga akan dirimu. Setiap namamu disebut, bara semangatnya.

Yakin kau tak mau turun sebentar Pak? Mengopi dulu mungkin? Meneduh dululah paling tidak. Pasti lelah terus berada disana bukan? Hanya menatapi kota ini tak ada menariknya. Toh mereka juga tak ada yang peduli padamu.

Lihat, hari ini aku bawa makanan. Cukup setidaknya untuk menghabiskan sore sembari berbincang Pak. Aku ingin dengar ceritamu. Tentang pertempuran-pertempuranmu itu. Tentang bagaimana negeri ini bisa berdiri. Tentang kau.

Dia masih diam saja. Tetap tegap memberi hormat entah pada siapa. Padahal siapapun tau, dia yang pantas untuk kita hormati. Mungkin dia memberi hormat pada langit. Pada penciptanya.

Menjelang malam kutinggalkan Pak Dirman di tempatnya. Masih memberi hormat

No comments:

Post a Comment